Abah Uca

Minggu, 07 Maret 2010

Respon terhadap Kerasulan Muhammad SAW

Ada dua pengakuan dan persaksian yang tersurat dalam kalimah syahadat. Pertama adalah persaksian bahwa tidak ada tuhan – dzat yang sepatutnya kita ibadahi, mintai perlindungannya – kecuali Allah. Sedangkan yang kedua adalah persaksian bahwa Muhammad yang dikenal Muhammad bin Abdullah adalah benar – benar Rasul Allah. Persaksian ini tentu saja melahirkan konsekwensi. Konsekwensi atas persaksian yang pertama adalah memurnikan tauhid baik dalam itikad hati, ucapan lisan maupun, perilaku yang berwujud dalam aktivitas. Kemurnian tauhid seyogyanya terus kita pelihara, kita lestarikan dan bahkan selalu kita pupuk agar tidak pernah terlepas dan masuk ke dalam jurang kemusyrikan sebab kemusyrikan adalah sebesar – besarnya dosa dalam pandangan Allah :

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Adapun terhadap persaksian yang kedua, kewajiban yang muncul kepada kita adalah mengikuti segala suri tauladannya. Inilah yang biasa kita sebut dengan ittiba’. Ittiba’ kepada Rasulullah merupakan keharusan sebagai konsekwensi atas persaksian yang kedua tadi. Bahkan syarat untuk mendapatkan cinta Allah, mendapatkan ampunan Allah, syaratnya harus mengikuti Rasulullah :

Pertanyaanya adalah : Apakah kita bisa mengikuti jejak Rasulullah. Seorang nabi, dijelaskan oleh Allah adalah seorang manusia “Idz ba’atsa fiihim rosuulan min anfusihim”. Rasulullah pernah terbaring sakit seperti kita, beliau pernah menangis, sedih dan tertawa. Tubuh Rasulullah suatu waktu pernah juga terluka, bahkan dalam sebuah peperangan gigi dan mulutnya pernah berlumuran darah. Karena Rasulullah adalah manusia, tidak mungkin meminta manusia untuk menganggap dirinya sebagai seorang tuhan. Karena itu pula titah, perintah, serta ajaran Rasulullah tidak mungkin di luar kemampuan manusia seperti kita.

Apa yang diperintahkan Allah kepada manusia melalui ajaran Islam itu tidak mungkin menyakitkan, tidak mungkin memberatkan, tidak mungkin menyengsarakan, apalagi menganiyaya ummatnya. Marilah kita yakini bahwa Islam telah sempurna diturunkan Allah untuk menuntun keselamatan ummat manusia baik di dunia maupun kehidupan Akhirat. Demikian juga dengan diri Rasulullah, beliau telah ditetapkan Allah sebagai tauladan agung untuk seluruh manusia : Laqod kaana lakum fi Rasulullahi uswatun hasanah. Tinggal kita sendiri yang menentukan apakah ada keinginan untuk mentauladaninya ?

Di zaman Rasullah sendiri, paling tidak kita menemukan 4 tipe manusia yang hidup menyertai Rasulullah:

  1. Sosok Abu Lahab, nama aslinya Abdullah bin Abdul Uzza bin Abd Muthalib. Lahab artinya api yang menyala, nama ini sudah disandangnya sejak zaman Jahiliyah, jauh sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul. Seperti menyebut Fir’aun, Al Qur’an tidak menyebut nama aslinya, ini mengisyaratkan bahwa Abu Lahab – Abu Lahab baru sangat mungkin akan hadir kembali kapanpun dan dimanapun. Abu Lahab adalah sosok atau tipe orang yang tidak pernah mengaku kerasulan Muhammad. Karena tidak mengaku, jelas orang seperti Abu Lahab tidak pernah mau menuruti, mentaati dan mentauladani Rasulullah bahkan Abu Lahab membenci dan memusuhi Rasulullah. Tunggul dirarud catang dirumpak, kagorengan jeung maksiat dipilampah leuwih kuat batan setan, leuwih sadis batan iblis. Nempo batur bageur tong boroning hayang nurutan, kalah dijejeleh, diciduhan, dibaledogan beh dituna diakalan rek dipaehan. Pantaslah Allah memvonis :

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa

Dalam surat ini Allah menjelaskan bahwa orang yang setipe dengan Abu Lahab tidak mungkin memiliki peluang untuk selamat. Harta bendanya yang melimpah tidak akan pernah membantunya. Jangankan harta, istri setianya saja nanti di Yaumil Qiyamah akan menjadi pembawa kayu bakar yang kemudian kayu bakar itu dijadikan bahan untuk membakar suaminya itu. Di yaumil qiyamah nanti, istrinya datang dalam kehinaan, berkalung tali sabut, bukannya emas berlian seperti layaknya istri seorang pembesar. Sekali lagi Abu Lahab, dekat dan hidup sezaman dengan Rasulullah, tapi ia adalah orang yang paling menolak kerasulan Muhammad, bahkan seumur hidupnya selalu mengobarkan permusuhan kepada Rasulullah. Kehinaan Abu Lahab tidak saja akan ditimpakan di yaumil qiyamah, ternyata kematiannya saja begitu hina. Abu Lahab meninggal dunia pada tahun ke 2 hijrah karena penyakit lepra yang dideritanya. Tubuhnya membusuk dan mengeluarkan bau menyengat. Beberapa hari tidak ada seorang pun yang berani mendekati mayat Abu Lahab. Sampai akhirnya masyarakat menyediakan sebuah liang lahat, mayat itu diguling – gulingkan dari rumahnya ke liang kubur dengan menggunakan kayu yang panjang. Setelah masuk ke dalam liang kuburnya, mayat itu tidak dikubur dengan tanah melainkan dilempari batu dari kejauhan sampai tertutup dan tak tercium lagi baunya Naudzubillahi min dzalik.

  1. Sosok kedua adalah sosok Abdullah bin Ubay bin Salul, orang ini adalah tokoh atau dedengkot munafik. Sosok ini sepertinya mengakui kerasulan Muhammad tetapi sesungguhnya menghalangi, dan merintangi perjuangan Nabi. Sepertinya beriman, padahal hatinya memusuhi Nabi. Lain di bibir, lain di hati. Ati mungkir beungeut nyanghareup. Inilah yang disebut sebagai orang munafik, dan Abdullah bin Ubay adalah sosoknya. Untuk memerinci sifat dan tabiat orang munafik, Allah memandang perlu menghimpunnya dalam satu surat yang kita kenal dengan surat al munafiqun. Satu diantara sifatnya adalah dusta atau kebohongan : al Munafifun ayat 4 :

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar”

Kayu yang bersandar menunjukan bahwa dia telah tercerabut dari akarnya. Dia bukan lagi disebut sebagai pohon, melainkan kayu. Dia tidak memiliki akar atau pijakan yang kukuh seperti orang beriman dengan keimanannya.Karena bukan lagi sebagai pohon, kayu itu tidak mungkin berbuah atau menghasilkan kemanfaatan yang bisa dinikmati. Hanya saja kebohongannya membuat orang takjub. Lidah dan bibirnya mengagumkan orang yang mendengar padahal pada hakikatnya mereka sedang membodohi, membohongi atau menipu teman dekatnya, kawannya atau bahkan rakyatnya. Demikian juga dengan penampilanya, membuat semua orang terpukau atau bahkan terkagum – kagum, padahal sebenarnya, mereka menohok dalam sarung, menggunting dalam lipatan. Tidaklah mengherankan anaknya sendiri Abdullah bin Abdullah bin Salul menawarkan diri kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sekiranya engkau akan memerintahkan seseorang untuk membunuh Abdullah bin ubay bin salul, berikanlah perintah itu kepadaku. Aku sendiri yang akan membawa kepala ayahku ke hadapanmu”

  1. Sosok ketiga adalah sosok Abu Bakar Ashidiq. Nama aslinya Abdullah bin Abi Quhafah, 2 tahun lebih muda dari Rasulullah. Inilah sosok yang mengimani Rasulullah, mencintai, mentaati dan mentauladani keluhuran akhlak Rasulullah. Beliau disebut ashidiq karena selain merupakan pria pertama yang mengimani kerasulan Muhammad, abu Bakr adalah sosok yang tidak pernah tersirat dalam hatinya keraguan kepada Muhammad Rasulullah. Suatu saat Rasulullah pernah bersabda :

Sesungguhnya Allah telah mengutus aku kepada kalian, kalian menyambutnya dengan ungkapan : “engkau dusta”, tapi Abu Bakr, ketika itu berkata : “engkau benar” Ia membantu saya dengan jiwa dan hartanya.

Karena begitu beratnya musuh yang akan dihadapi, menjelang perang tabuk Rasulullah menawarkan infak kepada para shahabatnya : Utsman menyerahkan 100 kuda, 900 unta dan 100.000 dinar emas, hampir 1/3 hartanya ia serahkan kepada Rasulullah. Umar kemudian menyerahkan 50 ekor untanya. Nilainya sama dengan ½ dari hartanya. Rasulullah sampai menitikan air matanya ketika datang orang kemudian, yaitu Abu Bakr sambil menuntun seekor unta. Unta itu diserahkan kepada Rasulullah untuk biaya perang Tabuk itu. Mengapa Rasulullah menangis ? karena beliau tahu, unta itulah satu satunya kekayaan Abu Bakr. Subhanallah

Ketiga sosok manusia itu digambarkan secara rinci oleh Allah di awal surat Al Baqarah. Ayat ke 2 – 5, adalah cirri – cirri orang mukmin yang sosoknya diwakili oleh Abu Bakr. Ayat ke 6 dan 7 adalah cirri orang kafir dengan Abu Lahab sebagai contoh sosoknya. Sedangkan ayat ke 8 – 20 Allah memerinci cirri – cirri kemunafikan yang diwakili oleh Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai sosoknya.

  1. Di luar ketiga sosok itu, ada sosok Abu Thalib, Paman sekandung dengan Ayah Rasulullah. Dialah yang merawat Rasulullah sejak berumur 8 tahun. Ia yang membela Nabi atas berbagai tuduhan dan fitnah orang kafir. Ia yang selalu meredam kebenciaan orang – orang kafir quraisy kepada keponakkanya itu. Bertahun – tahun ia menghalangi kaumnya yang hendak membunuh Nabi. Bertahun – tahun ia berusaha meredam segala gejolak kaumnya kepada Rasulullah. Apa yang dilakukan oleh Abu Thalib kepada Rasulullah, tiada lain adalah karena cinta dan kasih sayangnya. Saking besarnya cinta, perhatian dan pengorbanan Abu Thalib kepada Rasulullah, betapa dukanya Rasulullah ketika ditinggal wafat oleh Abu Thalib. Bahkan tahun kewafatannya disebut sebagai amul hazn, yaitu tahun duka cita. Hanya saja kecintaan Rasulullah kepada pamannya atau demikian pula sebaliknya, tidak bisa memberikan jaminan untuk keselamatan di akhirat

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk

Abu Thalib adalah sosok yang mengakui kerasulan Muhammad tapi sayangnya dia tidak mentaati dan tidak mengimplementasikan pengakuannya itu dalam ketaatan. Ngaku tapi teu ngagugu.