Abah Uca

Sabtu, 10 April 2010

Entah Kemana : Dikdik Dahlan L

Sepasang remaja duduk berdampingan dalam sebuah bis kota. Si perempuan terlihat tomboy dengan kaos dan celana jins ketat pas dengan postur tubuhnya. Di kedua telinga si pria terlihat anting cantik berkelayut seperti embun di pagi hari (mungkin kepunyaan si perempuan, karena yang perempuan justru tidak memakainya). Mereka duduk di kursi kedua dari belakang.
Bis kota melaju menembus angin malam. Pada saat itu, jam tangan menunjukkan pukul 18.45. Sepanjang jalan keduanya asyik-masyuk mengobral kata diselang tawa tak lepas. Kata-kata ABG (maaf ! anjing, babi dan goblog) meluncur ringan di sela-sela obrolannya. Bahkan baik si perempuan ataupun si pria sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap menyesal, marah atau sekedar melakukan protes ketika lawan bicaranya melempar kata “anjing” kepada dirinya. Dari tingkah lakunya, mereka lebih menunjukan sepasang suami istri ketimbang teman, sahabat atau saudara. Tidak hanya itu, beberapa cubitan saling mendarat di beberapa bagian tubuh mereka diringi kerling mata atau isyarat lainnya. Dunia milik mereka berdua.
Di tengah perjalanan, seluruh penumpang dikejutkan oleh tingkah seorang pengendara motor yang menyalip bis yang ditumpanginya dan hampir saja menabrak mobil yang datang dari arah berlawanan. Beruntung sopir bis tidak terpancing. Si gadis tadi spontan mengusap dada, menongolkan kepala di jendela, sambil bertutur :
“Astagfirullah… Anjing luh, mati tau rasa …!”
Si pengendara motor, seperti tidak kapok, dari kaca bis terlihat ia terus melaju dengan kecepatan tinggi dan menyalip beberapa kendaraan di hadapannya. Seluruh penumpang kembali tenang, pengamen kembali bernyanyi, sejoli remaja tadi pun kembali mengobral kata, bercanda, dan tertawa.
Kurang lebih dua puluh menit, sampailah di tempat tujuan, dan ternyata sepasang remaja tadi pun keduanya turun, kemudian lenyap di antara kerumunan orang, dan rindangnya tanaman penghias taman kota.
Satu jam kemudian, tak sengaja si gadis tomboy tadi terlihat lagi. Ia berdiri mematung tepat di bibir trotoar, kurang lebih lima puluh meter darinya, si pria beranting tadi juga berdiri dan tangan kanannya kini digelayuti oleh tangan halus seorang perempuan lebih tua usianya beberapa tahun. Hanya beberapa saat saja, sebuah kendaraan roda empat menghampiri si gadis. Ia menghampiri pintu depannya, lalu ia naik kemudian melajulah, entah kemana.
Melihat si gadis tomboy berlalu, si pria beranting dan pasangan barunya memanggil abang becak. Mereka pun melaju menikmati gayuhan kaki abang becak, entah kemana. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Bulletin Gema Mujahidin Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar