Abah Uca

Senin, 12 April 2010

Hati dan Lidah : Dikdik Dahlan L.

Alkisah seseorang dipanggil oleh majikannya. Ia disuruh untuk menyembelih seekor kambing. Lalu majikannya berkata : “Pilihkan bagiku bagian mana dari tubuh kambing itu yang paling baik !”
Setelah menyembelih kambing, sebagaimana titah majikannya tadi, ia menyuguhkan hati dan lidah kambing untuk sang majikan.
Entah apa yang dilakukan si majikan setelah menerima kedua bagian tubuh kambing itu. Selang beberapa hari, si majikan kembali meminta untuk disembelihkan lagi seekor kambing, dan berkata lagi : "Sekarang, pilihkan bagiku bagian yang paling buruk dari tubuh kambing itu !”
Kambing kedua disembelih lagi sebagaimana titah majikannya, lalu kembali ia menyerahkan hati dan lidah kambing kepada majikannya.
Melihat apa yang disuguhkan di hadapannya, muka si majikan terlihat sedikit memerah menahan amarah, lalu ia memanggil orang yang menyuguhkan hati dan lidah sekaligus penyembelih kambing tadi.
“Telah lama engkau bersamaku, mengapa hari ini engkau berani mempermainkanku ?”
“Ampun tuanku, sudikah tuan menjelaskan apa sebenarnya dosa yang telah saya perbuat ?”
“Beberapa hari yang lalu saya menyuruh engkau menyembelih kambing dan meminta agar engkau menunjukkan dua bagian tubuh kambing yang paling baik. Engkau menyerahkan hati dan lidah kambing kepadaku. Tapi ketika aku menyuruh hal yang sama dan sekarang engkau kupinta untuk memilihkan bagian tubuh yang paling buruk, engkau kembali menyerahkan hati dan lidah kambing seperti yang kau serahkan kepadaku beberapa hari yang lalu. Bukankah ini bukti bahwa engkau telah mempermainkan aku ?” si majikan menjelaskan kekesalannya.
“Ampun tuanku, dalam pandangan saya, hati dan lidah adalah sebaik-baiknya bagian tubuh seseorang, tetapi bisa juga menjadi bagian terburuk dari tubuh seseorang. Kebaikan dan keburukan seseorang sangat bergantung kepada apa yang tersirat dalam hatinya. Kebaikan dan keburukan lidah seseorang, sebagaimana hatinya, lidah pun sangat mempengaruhi kebaikan, keburukan bahkan keselamatan si pemilik lidah. Tidak sedikit orang yang meninggalkan shalat berjama’ah dan memilih munfarid hanya karena “tidak suka” kepada imam. Tidak sedikit pula orang yang terbunuh akibat tidak bisa menjaga lidah”. (Tulisan ini pernah dipublikasikan di Buletin Gema Mujahidin – Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar