Abah Uca

Minggu, 11 April 2010

Kolor Ijo : Dikdik Dahlan L.

“… ia menyebutkan didatangi makhluk bertelingan panjang, bermulut monyong, berperut buncit, dan badannya cebol. Sekujur badanya dipenuhi bulu. Dan – mungkin ini yang menentukan – Cuma bercelana kolor hijau.” (Kompas, Rabu 28 Januari 2004).
Korban pun sempat memperlihatkan luka ditubuhnya yang merupakan bekas cakaran sang “kolor ijo”, Kaus yang dipakainya sobek – sobek sedangkan tali kutangnya putus. Tidak hanya itu, isu “kolor ijo” pun berlanjut dengan perampokan dan pemerkosaan terhadap korban. Tak ayal, masyarakat semakin heboh. Sebagian warga sengaja memasang isim – yang berupa secarik kertas bertuliskan huruf arab dengan motif sarang laba – laba – atau menggantung bambu kuning, daun kelor dan sesihung bawang putih pas di pintu masuk rumah karena dipercaya benda – benda itu dapat menangkal masuknya jin, syaithan, tuyul dan genderewo masuk rumah.
Tidak hanya di Bekasi hal itu terjadi, di banyak tempat pun dapat dijumpai. Isu “kolor ijo” menjadi buah bibir para ibu di mulut gang sambil memilih belanjaan dapur yang terjaja di atas gerobak roda tukang sayur. Sang “kolor ijo” sendiri sampai detik ini belum pernah menampakan jati dirinya selain kepada tiga pelapor yang terdiri dari 3 (tiga) orang ibu berasal dari Bekasi itu.
Di Majelengka, kemarin juga beredar isu adanya 3 (tiga) buah tuyul yang mencuri uang jutaan. Kabarnya, sang tuyul sudah dapat dijinakkan bahkan uang yang dicurinya sempat dikembalikan.
Percaya atau enggak percaya, itulah isu yang sempat beredar di tengah sebagian atau sebuah komunitas masyarakat. Namun yang pasti, masyarakat itu adalah masyarakat yang hidup di tengah suatu bangsa bernama Indonesia. Sepertinya bangsa yang penduduknya mayoritas muslim ini masih banyak terpengaruhi oleh hal – hal yang berbau mistis. Ingatlah ketika yang terhormat Bapak Menteri Agama Republik Indonesia berusaha menggali situs Batu Tulis Bogor, dan 7 (tujuh) orang peziarah yang dipimpin seorang ibu rumah tangga menggali tanah di sekitar pusaran Ratu Sang Prabu di obyek wisata istana presiden Bogor. Dua kegiatan terakhir ini bermula dari wangsit. Lalu apa sebenarnya wangsit itu ? Sebuah ungkapan yang biasa dijadikan modal larisnya praktek – praktek paranormal dan dukun. Padahal, menurut Permadi dan Ki Gendeng Pamungkas yang dikenal para normal itu, orang yang suka minta wejangan kepada dukun dan paranormal adalah orang – orang yang sudah luntur dan hilang kepercayaan dirinya. Kalau kepercayaan diri sudah hilang, apa masih tersisa keinginan untuk berbuat ? Jadi, isu “Kolor ijo”, tuyul atau bahkan merebaknya tayangan – tayangan berbau mistis di televisi kita adalah gambaran sesungguhnya tentang masyarakat kita. Wallahu’alam. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Buletn Gema Mujahidin – Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar