Abah Uca

Minggu, 11 April 2010

Bunuh Diri : Dikdik Dahlan L.

Masih ingat Heryanto ? Siswa kelas VI Sekolah Dasar Muara Sanding IV Garut itu mencoba mengakhir hidupnya dengan cara gantung diri karena malu tidak mampu membayar biaya ekstrakurikuler yang hanya 2.500 perak itu. Nyawa Heryanto bisa diselamatkan, tapi bukan tidak mungkin Heryanto – heryanto lain bisa bermunculan. Terakhir percobaan bunuh diri di kalangan anak belia terjadi pada pertengahan bulan Februari kemarin yang dilakukan oleh Nazar Ali Julian ( 13 tahun) penduduk Desa Ciwalen Kec. Sukaresmi – Cianjur. Republika menemukan selama 2004 terjadi tiga kasus bunuh diri anak. Lalu, selama 2003, sedikitnya terjadi empat kasus serupa.
Sebuah stasiun televisi swasta beberapa hari yang lalu menayangkan berita dua mayat yang bergelantung di dahan sebuah pohon. Warga tidak hanya menyaksikan leher yang tergantung dengan tali, tidak jauh dari lokasi mayat itu ditemukan juga botol minuman keras. Diduga sebelum mereka mengakhiri hidupnya mereka menenggak minuman itu terlebih dahulu. Namun yang pasti, sampai detik ini belum terungkap apa motif yang melatar-belakangi bunuh diri berjama’ah itu.
Fenomena bunuh diri, belakangan seperti telah menjadi pilihan untuk lari dari persoalan, ketimbang harus berfikir, bertindak dan mencari solusi untuk memecahkan persoalan – persoalan yang dihadapinya. Tanpa bermaksud menyalahkan kemajuan teknologi, bukan tidak mungkin tayangan – tayangan tentang perilaku kekerasan di televisi juga banyak berpengaruh dan mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya secara tragis.
Bunuh diri adalah cara meangkhiri hidup. Artinya, si pelaku sudah tidak memiliki kesanggupan, kesiapan, dan kenyamanan untuk hidup dan melanjutkan kehidupannya sampai ajal yang telah ditentukan Tuhan menjemput. Lalu sebenarnya apa yang menjadi factor hilangnya kesangguipan, kesiapan dan kenyamanan hidup itu ? Jawabnya, banyak factor.
Islam sendiri sangat menghargai kehidupan. Salah satu bukti, Islam melalui lisan para Nabi dan para pewarisnya yaitu ulama, sampai detik ini tetap mengharamkan percobaan pembunuhan sekalipun kepada seonggok jabang bayi yang baru terjadi pembuahan (Abortus Provocatus kriminalis). Karena itu pula, kehidupan seorang mukmin yang memiliki kebersihan tauhid selalu menyertakan sikaf khauf dan raja’. Di satu pihak ia akan selalu takut kepada Allah sehingga karenya ia selalu rendah hati dan tidak takabur, sementara di lain pihak hidupnya pun selalu optimis, karena ia yakin rahman dan rahim Allah akan selalu menyertainya. Allah tidak akan memberikan beban di luar kemampuan. Seberat apapun persoalan yang dihadapi, tentu adalah hasil pertimbangan Allah bahwa : persoalan itu mampu dipecahkan dan pasti ada jalan keluarnya. Hiduplah secara mulia atau mati dalam keadaan syahid, bukan sia – sia. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Buletn Gema Mujahidin – Bandung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar