Abah Uca

Minggu, 18 April 2010

Bab I : Dikdik Dahlan L.

BAB I
PENDAHULUAN

Agama Islam mengajarkan kepada seluruh manusia untuk mengenali dirinya baik sebagai makhluk maupun hamba Allah. Disamping itu, Agama Islam juga mengajarkan tentang hal – hal yang harus dilakukan manusia baik terhadap Allah sebagai tuhannya, dirinya sendiri, keluarga, tidak terkecuali terhadap masyarakat di mana ia bertempat tinggal. Islam tidak hanya mengatur kehidupan perseorangan atau keluarganya tetapi lebih dari itu, Islam juga memiliki konsepsi yang lengkap tentang kehidupan seseorang di tengah masyarakatnya. Islam menginginkan terjelmanya pribadi yang penuh kebahagiaan di tengah masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur diridloi Allah Subhanahu wata’ala.
Masyarakat seperti itu tentu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diwujudkan melalui upaya dan perjuangan yang tidak mengenal lelah dan memakan waktu yang sangat panjang. Perjuangan menegakan kehidupan masyarakat ideal itu telah dicontohkan oleh para nabi dan Rasul, terutama Rasulullah SAW.
Perjuangan untuk menegakkan kehidupan masyarakat seperti itu kemudian menjadi tugas dan tanggung jawab setiap mukmin yang dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara perseorangan maupun dengan melalui pergerakan organisasi. Salah satu pergerakan itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912. Hal ini dapat dilihat dari rangkaian redaksi tujuan Muhammadiyah sejak berdirinya sampai saat ini, yaitu :
1. Rumusan pertama (waktu gerakan Muhammadiyah masih terbatas di Keresidenan Yogyakarta), dengan bunyi :
• Menyebarkan pengajaran K.N. Muhammad saw. kepada penduduk Bumi Putera di dalam keresidenan Yogyakarta.
• Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.
2. Rumusan kedua (sejak diijinkannya bergerak ke luar Yogyakarta) berbunyi :
• Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, dan
• Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan Igama Islam kepada lid-lidnya.
3. Rumusan ketiga (zaman Pendudukan Jepang) tahun 1942 yang berbunyi :
“Hendak menyiarkan agama Islam dan melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya”
4. Rumusan keempat (zaman Kemerdekaan) yang berbunyi :
“Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”
5. Rumusan kelima :
“Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”
6. Rumusan keenam :
“Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridloi Allah Subhanahu Wata’ala”.
7. Rumusan ketujuh, kembali menyatakan :
“Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Apa yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan dengan membentuk persyarikatan bernama Muhammadiyah ditunjang dengan amalan-amalan nyatanya yang sangat relevan dan memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat itu mendapat sambutan yang baik terutama dari mereka yang telah mendapat pencerahan pemikiran tentang pembaruan gerakan Islam. Hal ini kemudian mendorong Kyai Dahlan untuk melebarkan sayap pergerakannya tidak hanya di Yogyakarta saja. Upaya ini ditempuh dan baru mendapat respons dari pemerintah Hindia Belanda tahun 1921, lebih kurang sembilan tahun sejak pendiriannya.
Namun ternyata dalam kenyataanya izin dari pemerintah itu tidak menjadi batu sandungan untuk meluaskan gerakan Muhammadiyah. Di beberapa tempat telah berdiri cabang atau perkumpulan yang hakikatnya adalah gerakan Muhammadiyah tetapi tidak memakai nama Muhammadiyah. Salah satunya adalah di kota Garut. Dalam beberapa literatur, awal pergerakan Muhammadiyah di Garut mengatas namakan “Ahmadiyah” yang mulai nampak pergerakannya itu sejak tahun 1922. Dari Kota Garut kemudian merambat ke beberapa kota di Jawa Barat. Pada tahun 1935 hampir seluruh kota – kota di Jawa Barat telah menerima kehadiran Muhammadiyah baik Muhammadiyah sebagai organisasi resmi dengan struktur dan kepengurusan yang lengkap ataupun yang baru menerima terhadap faham keagamannya saja. Tapi di sisi lain secara lisan tidak sedikit yang mengutarakan bahwa kehadiran Muhammadiyah di beberapa kota di Jawa Barat baru melembaga di awal tahun 1950-an. Hal inilah diantaranya yang mendorong upaya penelusuran tentang pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah di Jawa Barat.
Untuk mengungkap dan menelusuri sejarah pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah di Jawa Barat itu maka dirumuskan beberapa pertanyaan dasar sebagai bingkai sekaligus pedoman dalam penelitian maupun penyusunannya, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan istilah Sunda dan Jawa Barat sebagai kesatuan wilayah yang menjadi objek penelitian ini ?
2. Kapan dan bagaimana proses awal pertumbuhan Muhammadiyah di Jawa Barat ?
3. Kapan dan bagaimana proses awal pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya Muhammadiyah di Kota dan Kabupaten se – Jawa Barat ?
4. Kapan dan bagaimana proses pembentukan serta perkembangan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat ?
Dari beberapa pertanyaan di atas, maka untuk mengungkap dan menjawab pertanyaan – pertanyaan itu, di Bab II setelah Pendahuluan ini disampaikan terlebih dahulu tentang Sejarah Propinsi Jawa Barat yang mengungkap secara sekilas tentang Kerajaan Sunda, kemudian sejarah pembentukan propinsi Jawa Barat sendiri disertai penggambaran suasana dan perkembangan Jawa Barat baik di masa Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang sampai masa kemerdekaan.
Setelah memaparkan tentang siapa orang Sunda dan bagaimana proses pembentukan serta perkembangan Propinsi Jawa Barat, di Bab III akan langsung diuraikan mengenai proses masuknya Muhammadiyah ke tatar sunda yang sebelumnya disajikan terlebih dahulu mengenai kehidupan beragama masyarakat Jawa Barat disamping faham keagamaan (Islam) yang berkembang di Jawa Barat.
Setelah menjawab tentang proses awal masuknya Muhammadiyah ke Jawa Barat, di Bab ke IV dipaparkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah di kota – kota di seluruh Jawa Barat yang disusun secara alpabetik. Pada bab ini yang menjadi sumber penulisan lebih banyak mendasarkan kepada hasil wawancara dengan para sesepuh dan atau mantan aktivis Muhammadiyah di daerah – daerah. Oleh karena itu, untuk melengkapi uraian di bab IV ini disampaikan pula perkembangan Muhammadiyah baik di jaman Kolonial Belanda, Jepang dan kemerdekaan yang juga banyak mendasarkan kepada hasil wawancara itu.
Pada Bab ke V, khusus diuraikan berkenaan dengan pembentukan dan perkembangan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat disamping beberapa amal usaha yang melekat dan menjadi tanggung jawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar