Abah Uca

Minggu, 18 April 2010

Bab VI : Dikdik Dahlan L.

JAWA BARAT
DALAM PERCATURAN MUHAMMADIYAH TINGKAT NASIONAL

1. Sidang Tanwir Muhammadiyah Tahun 1940 di Garut
Cukup kesulitan untuk mengungkap data lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Tanwir Muhammadiyah tahun 1940 ini. Satu satunya literatur adalah Riwayat Hidup Muhammadiyah Garut yang secara jelas menggambarkan penyelenggaraan permusyawaratan tertinggi di persyarikatan setelah muktamar itu. Dalam bukunya itu Moh Fadjri menjelaskan :
“Atas permintaan P.P. Muhammadijah dari Jogjakarta, Tjabang Garut diminta supaja bersedia untuk menerima dipergunakan tempat sidang Madjlis Tanwir, jang akan diselenggarakan pada tgl. 23 s.d. 25 Maret 1940. Adapun biajanja harus dipikul oleh Tjabang Garut sendiri, timbal baliknja Tjabang Garut diberi kesempatan untuk mengadakan rapat umum jang para pembitjaranja boleh memilih dari para anggauta Tanwir jang hadlir pada waktunja.
Mengingat akan pentingnja sidang Madjlis Tanwir itu, maka dengan penuh bertawakal kepada Allah Jang Maha Kuasa, tawaran dari P.P Muhammadijah itu dengan segera disanggupi. Pada waktu jang sudah ditetapkan, maka berlangsunglah Sidang Madjlis Tanwir itu bertempat dikota Garut. Tempat sidang di rumahnja H.M. Djamhari di Djl. Pasarbaru no. 80.
Adapun pondokan tamu bertempat dirumahnja M. Entjon di Djl. Tjiledug. Dilangsungkannya sidang Tanwir di Garut jang dihadiri oleh para anggautanja jang terdiri dari P.P. Muhammadijah dan para Konsulnja dari seluruh Indonesia, maka nama Muhammadijah semakin bertambah harum dan lebih dikenal oleh masjarakat di Garut dan sekitarnja” (Fadjri, 1968 : 27)
Belum bisa dipastikan apakah Sidang Majelis Tanwir itu sama dengan Sidang Tanwir seperti yang sekarang berlaku ? Hal ini didasarkan karena congres (semacam Muktamar)-nya sendiri masih berlangsung setiap tahun, apalagi penyebutan Tanwir itu didahului dengan kata Majelis. Kyai Mas Mansur pada langkah ke delapan diantara 12 langkahnya menyebutkan “Menguatkan Majelis Tanwir. Sebab majelis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan kanan yang bertenaga di sisi Pengurus Besar Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya” (Mansur, TT, 245). Beberapa dasar tersebut memperkuat argumen bahwa Majelis Tanwir itu tidak sama dengan istilah Sidang Tanwir sekarang. Majelis Tanwir adalah nama salah satu unsur pembantu pimpinan seperti Majelis Tarjih & Majelis Tabligh.
Akan tetapi Yunan Yusuf dengan mendasarkan kepada berita di Soeara Moehammadijah No 3 Th XXII, R. Awal 1359/April 1940 yang dimaksud dengan Sidang Tanwir di Garut tahun 1940 itu adalah Conferentie Consul H.B. Moehammadijah dengan anggauta Hoofdbestuur” (Yusuf, 2005 : 381)

2. Konferensi Pengajaran I Muhammadiyah
Tahun 1954 Majelis Pengajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan tugas kepada Pimpinan Muhammadiyah Daerah Priangan untuk menjadi penyelenggara Konferensi Pengajaran ke I. Konferensi itu diselengarakan di Balai Kebudayaan Naripan dan dihadiri oleh seluruh cabang Muhammadiyah se Indonesia. Diantara keputusan – keputusan penting pada saat itu adalah :
1. Rumusan tentang Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
2. Qaidah Perguruan Muhammadiyah
3. Mengadakan ujian penghabisan smp Muhammadiyah se Indonesia.

3. Ujian Penghabisan SMP Muhammadiyah
Sejak tahun 1955 selama kurang lebih 10 tahun Muhammadiyah Jawa Barat, khususnya Bagian Pengajaran dipercaya oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai penyelenggara Ujian Penghabisan Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah se – Indonesia. Selama waktu itu, Bagian Pengajaran mengolah soal – soal ujian SMP Muhammadiyah kemudian didistribusikan secara bersamaan ke seluruh Indonesia dan diujikan kepada siswa sebagai ujian terakhir yang menentukan kelulusan seseorang untuk melanjutkan sekolah ke tingkat di atasnya. Ketua penyelenggara ujian penghabisan ini dipercayakan kepada Suto Adiwijoyo dibantu Mahyudin Kahar sebagai Sekretaris dan beberapa anggota lainnya.

4. Konferensi Pemuda Muhammadiyah Tahun 1958
Pada tahun 1958, di Garut diselenggarakan Konferensi Pemuda Muhammadiyah. Pada kesempatan itu mengemuka kembali untuk yang pertama kalinya pembicaraan tentang perlunya organisasi pelajar Muhammadiyah, setelah sejak 1919 tidak pernah dibicarakan lagi. Namun karena banyak rintangan organisasi pelajar Muhammadiyah itu baru terwujud pada tahun 1961. Dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah itu ditetapkan bahwa organisasi pelajar Muhammadiyah berada dalam pengawasan Pemuda Muhammadiyah. “Keputusan tersebut diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang berlangsung pada tanggal 24 – 28 Juli 1960 di Yogyakarta., yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (keputusan II/No. 4). Kesepakatan tersebut kemudian dimatangkan dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18 – 20 Juli 1961. Saat itu secara nasional dalam forum tersebut IPM berdiri dengan Ketua Umum Hermawan Helmi Farid Ma’ruf dan Sekretaris Umum Muh. Wirsyam Hasan (Yusuf, 2005 : 176)

5. Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke III di Garut Tahun 1963
Di Garut, secara resmi Pemuda Muhammadiyah telah berdiri sejak tahun 1936. Namun karena gangguan keamanan disamping konsentrasi terhadap revolusi fisik menentang kembalinya Kolonial Belanda memaksa Pemuda Muhammadiyah mengalami kevaukaman beberapa saat. Baru berdiri kembali tahun 1954 dengan ketua Ma’mun Syamsudin. Baru beberapa tahun berjalan, Garut sudah ditawari untuk menjadi tuan rumah Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II setelah sebelumnya Muktamar Pemuda pertama berlangsung di Palembang. Mengingat kesiapan yang belum memungkinkan, baru pada Muktamar ke III Garut dapat memenuhi tawaran itu.
Sejak hari Selasa sampai Ahad, tanggal 3 s.d. 7 Rab. Awal 1383 bertepatan dengan tanggal 24 – 28 Juli 1963 permusyawaratan tertinggi di lingkungan Pemuda Muhammadiyah itu pun berlangsung dengan pusat persidangan di Gedung Nasional Garut. Selain Muktamar Pemuda Muhammadiyah, dalam rangkaian acaranya terselip juga beberapa acara tambahan yaitu Musyawarah PSHWI, peresmian Mesjid Muhammadiyah Lio Garut, disamping digelar beberapa pertandingan sepak bola baik antara PSHW, antara Pemuda Muhammadiyah, maupun antara PSHW/Pemuda Muhammadiyah dengan beberapa club terkenal yang keseluruhan pertandingannya dilaksanakan di Stadion Jayarga – Jl Cimanuk Garut.
Diantara panitia yang paling berjasa dalam perhelatan tingkat nasional ini, ditingkat pusat (Panitia Pusat) diketuai oleh Azan Syarbini dan didampingi oleh Sekretaris Moh. Aslan. Sedangkan Panitia Lokal/Penerima Ma’mun Syamsudin bertindak sebagai Ketua dan Moh. Miskun sebagai Sekretaris Umum yang pada waktu itu istilahnya masih Penulis Umum.

6. Muktamar Muhammadiyah ke 36 di Bandung tahun 1966.
Pasca penyelenggaraan Muktamar setengah abad Muhammadiyah di Jakarta tahun 1962, konon ada tiga wilayah yang secara resmi melamar untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan Muktamar ke 36. Pertama, kota Padang Sumatera Barat yang pada saat itu baru saja menuntaskan pemberentokan PRRI/Permesta. Kedua Kota Bandung yang pada saat itu juga baru saja menyelesaikan konflik berkenaan dengan munculnya DI/TII pimpinan Kartosuwiryo, dan yang ketiga adalah Kota Ujungpandang yang secara kebetulan juga baru menuntaskan pemberentokan yang sama pimpinan Kahar Muzakar. Dari ketiga pelamar itu, Bandung yang selama ini belum pernah mendapat kesempatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Muktamar, karena Sumatera Barat pada tahun 1930 menjadi tuan rumah Kongres Tahunan ke 19 tepatnya di Minangkabau, demikian juga Ujungpandang pernah menjadi penyelenggara Kongres Tahunan ke 21 tahun 1932. Barangkali itulah alasan utama ditetapkannya Bandung sebagai penyelenggara Muktamar ke 36 tahun 1965..
Setelah ditetapkannya Bandung sebagai kota penyelenggara maka Pimpinan Pusat segera menetapkan kepanitian yang teridiri dari kepantiaan di tingkat pusat dan kepanitian daerah dengan isitilah yang sampai saat ini dibakukan, yaitu Panitia Penerima Muktamar Muhammadiyah. Di tingkat Pusat dipimpin oleh H.M. Junus Anies sebagai Ketua didampingi oleh Mh. Hirmas sebagai Penulis I dan H.M. Darir Muhadi sebagai Bendahari I disamping satu orang wakil ketua, dua orang penulis dan bendahari serta beberapa orang anggota. Selain di pusat, ditetapkan pula Pimpinan Panitia Penerima Muktamar yang susunannya adalah :
Ketua Umum : H. Adang Affandi
Wk. Ketua Umum : Ny. Djunah Pardjaman
Ketua I : Jusuf Nur
Ketua II : Let.Kol.M.J.Irawan
Ketua III : R. Ijeng Wiraputra, M.Sc.
Ketua IV : Umar Ahmad
Ketua V : Ny. Hadijah Salim
Sekretaris : Mahyudin Kahar
Bendahari : Abdullah Fakih
Usaha : K. Kridoharsojo
Distribusi : Let. Kol A. Bakrien
Pengawas Pondokan PP & Panitia : Moh. Fadjri
Pengawas Pondokan Muktamirin : H. Asep Dja’far
Selain susunan nama dan jabatan seperti di atas, selanjutnya dilengkapi pula dengan Stap Sekretaris, Stap Bendahara, dan 9 Bagian serta seksi – seksi bahkan para sukarelawan yang keseluruhannya diperkirakan mencapai 1500 orang kepanitiaan baik dari kalangan Muhammadiyah, Aisyiyah maupun angkatan muda Muhammadiyah dan lain – lain.
Muktamar Muhammadiyah ke 36 di Bandung berlangsung dari tanggal 19 s.d. 24 Juli 1965, sekalipun dalam logo Muktamar sampai sekarang masih tertulis tanggal 20 s.d. 25 Juli 1965. Seperti kebiasaan yang berlaku di lingkungan Persyarikatan, sebelum pelaksanaan Muktamar juga diselenggarakan Sidang Tanwir yang berlangsung dari tanggal 16 – 18 Juli 1965. Bahkan, sebenarnya tidak hanya Sidang Tanwir yang menyertai Muktamar ini. Beberapa acara digelar menyemarakan permusyawaratan tertinggi itu, yang diantaranya adalah :
1. Muktamar Aisyiyah
2. Musyawarah Nasyi’atul ‘Aisyiyah (NA) ke 1
3. Musyawarah Kerja Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
4. Pertemuan Nasional Sardjana Muhammadiyah
5. Pekan Produksi dan Niaga
6. Simposium Majelis Tarjih
7. Seminar Pendidikan
8. Pawai Akbar
Untuk memfasilitasi seluruh rangkaian acara yang melibatkan 73 orang anggota Tanwir, 2953 orang anggota Muktamar Muhammadiyah, 1084 orang anggota Muktamar Aisyiyah dan diperkirakan juga melibatkan 25.000 orang penggembira ini panitia telah mengatur tempat – tempat sidang dan penginapan sbb :

GEDUNG/TEMPAT SIDANG

No Gedung Alamat Jenis Sidang
1
2
3



4


5


6
7
8

9 Mess Dept. Sosial
Tmn Harapan Muh.
Dwikora



Puspita


Aneka


Front Nasional
Panti Karya
Bank Tab. Negara

Gubernuran Jl. Ciumbeuleuit
Jl. Banteng No 41
Alun-alun



Alun-alun


Alun-alun


Jl. Wastukancana
Jl. Merdeka
Jl. Jawa

Jl.Oto Iskandar dinata Majelis Tanwir
Sidang PP (Muktamar)
- Muktamar Muhammadiyah
- Seminar Pendidikan
- Resepsi Aisyiyah
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Muktamar Aisyiyah
- Musyawarah NA
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Simposium Tarjih
- Pertemuan Sarjana
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Sidang Aisyiyah
- Seksi/Komisi Muhammadiyah
- Resepsi/Penutupan Muktamar

TEMPAT PENGINAPAN

No Gedung Alamat Penginapan
Sekolah Muh
Asrm Taman Harapan
Asrama Aisyiyah
SMP Pasundan
SKKP
SPG
SD Lengkong Besar
SKKA
SD Merdeka
SD Banjarsari
SMEA
SPG
LKPS
SMA
SMP VII
SMP Nasional
STM Ciliwung
SMA NU
SD Palasari Jl. Kancil
Jl. Banteng
Jl. Banteng
Jl. Pasundan
Jl. Kautamaan Istri
Jl. Gatot Subroto
Jl. Lengkong Besar
Jl. Wastukancana
Jl. Merdeka
Jl. Merdeka
Jl. Wastukancana
Jl. Citarum
Jl. Windu
Jl. Belitung
Jl. Ambon
Jl. Riau
Jl. Ciliwung
Jl. Galunggung
Jl. Patuha PP. Muhammadiyah
PP. Muh. & Tanwir
PP. Muh. & Tanwir
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Aisyiyah & NA
Muhammadiyah
Muhammadiyah
Muhammadiyah
Muhammadiyah
Muhammadiyah
Muhammadiyah
Muhammadiyah

Diantara acara-acara yang digelar itu, barangkali Pekan Produksi/Niaga dan Pawai Akbar yang sangat menyita perhatian masyarakat luas. Pekan Produksi/Niaga yang berlokasi di lapangan Kotapraja Bandung (Taman Merdeka) ini tidak hanya diikuti oleh para pengusaha di lingkungan Muhammadiyah melainkan juga diikuti oleh instansi pemerintah dan perusahaan - perusahaan swasta. Bahkan yang semula hanya akan berlangsung selama tiga hari, mengingat animo masyarakat yang sangat besar panitia memberikan kebijakan agar penutupan Pekan Produksi/Niaga diundur sampai tanggal 31 Juli 1965. Adapun Pawai Akbar adalah berupa atraksi drum band yang melibatkan tidak kurang dari 41 grouf drum band se Jawa dan Madura.
Diantara beberapa keputusan penting yang diambil dalam Muktamar ke 36 ini adalah :
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi yang meliputi Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting.
2. Keanggotaan Muktamar yang menetapkan unsur perempuan sebagai salah seorang utusan. Hal ini kemudian direspons oleh Pimpinan Pusat periode 1965 – 1968 yang memasukan nama St. ‘Aisyah Hilal dan Prof. Dra. Bararah Baried dalam struktur keanggotaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
3. Mengangkat dan menetapkan K. H. Ahmad Badawi sebagai Ketua PP. Muhammadiyah periode 1965 – 1968.
4. Keputusan Musyawarah Nasyi’atul Aisyiyah ke I memutuskan diantaranya bahwa “Pimpinan Pusat Madjlis ‘Aisjijah Seksi Nasji’atul ‘Aisjijah, menjadi Pimpinan Pusat Nasji’atul ‘Aisjijah” yang kemudian dalam diktum ketiga dinyatakan “Mengganti Anggaran Pokok Nasji’atul ‘Aisjijah menjadi Anggaran Dasar Nasji’atul ‘Aisjijah”. (Keputusan Muktamar ke 36, hal 23).
Muktamar yang bertema “muhammadijah membangun dibidang sprituil/materiil menudju masjarakat adil dan makmur jang diridloi allah berdasarkan pantjasila dengan adjaran islam jang murni” ini ditutup oleh Presiden RI. Ir. Soekarno dalam resepsi yang sangat meriah dan hidmat di gedung Gubernuran yang pada waktu itu Gubernurnya dipegang oleh Brigjen Mashudi.

7. Konferensi Nasional 2 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tahun 1967
Empat tahun setelah penyelenggaraan Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke 3, pada tahun 1967 kota Garut kembali menorehkan sejarah dengan terselenggaranya Konferensi Nasional ke 2 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berlangsung pada tanggal 25 s.d. 28 Juni 1967. Konferensi ini sebenarnya dapat dikatakan konferensi pertama karena konferensi sebelumnya adalah saat pendirian IMM pada tanggal 14 Maret 1964 yang pendiriannya dibidani dalam kongres Mahasiswa Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.
Semarak dan suksesnya penyelenggaraan acara ini bukan saja milik mahasiswa dan angkatan muda Muhammadiyah, lebih dari itu karena dalam konferensi inilah lahir sebuah keputusan monumental yang nampaknya tidak mungkin dilupakan oleh aktivis IMM. Dalam konferensi in lahir sebuah deklarasi yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Garut”.(Lukman, 1996 : 16)

8. Muktamar Tarjih ke 20 Tahun 1971
Tahun 1976, tepatnya tanggal 18 - 23 April 1976 kota Garut kembali tampil sebagai tuan rumah penyelenggaraan Muktamar Majelis Tarjih ke 20. Sebagaiman layaknya Muktamar Tarjih, maka tentu yang hadir pada saat itu adalah para ulama Muhammadiyah se – Indonesia. Dalam Muktamar ini lahir sebuah keputusan yang monumental, yaitu konsep Al Amwal Fil Islam. Diputuskan bahwa yang dimaksud al Amwal menurut Majelis Tarjih adalah “ segala apa yang dianggap sebagai benda yang dapat dipergunakan manfaatnya sebagai harta, sebagaimana juga yang dapat dinilai dengan harga sebagai harta, betapapun macamnya dan seberapapun nilainya” (Yusuf, 2005 : 11).
Peneyelenggaraan Muktamar Tarjih ke 20 ini dipusatkan di Aula Pabrik Tekstil Garut (PTG), dengan pondokan di Jl. Pasundan – Garut, salah satu rumah milik H. Iton Damiri, pemilik perusahaan dodol Garut PICNIC. Di tengah penyelenggaraan Muktamar Tarjih ini, peserta yang terdiri dari para ulama se Indonesia itu juga menajdi saksi peletakan batu pertama pendirian Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut.

9. Muktamar VII IPM Tahun 1986 di Cirebon
Di kota Udang Cirebon, tahun 1986 tepatnya tanggal 26 – 30 April 1986 diselenggarakan Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke VII. Muktamar ini mengambil tema “Memantapkan Gerak IPM dalam Membangun Akhlak Mulia dan Memupuk Kreativitas Pelajar”. Pada Muktamar kali ini berhasil mengangkat dan menetapkan Khoiruddin Bashori sebagai Ketua Umum dan Azwir Alimuddin sebagai Sekretaris Umum IPM periode 1986 – 1989. Selama kepemimpinannya, “Pada periode ini berhasil disusun sistem dakwah pelajar yang berisi komponen MABICA, MAPERTA, pekan dakwah, pelatihan da’i, dan sistem administrasi”. (Yusuf, 2005 : 178)

10. Muktamar X Pemuda Muhammadiyah Tahun 1993
Setelah 30 tahun berlalu -- pada saat Muktamar ke III tahun 1963 di Garut -- kembali Jawa Barat dipilih sebagai penyelenggara Muktamar Pemuda Muhammadiyah. Muktamar kali ini adalah Muktamar ke sepuluh dan berlangsung di kota Bandung pada tanggal 26 – 31 Desember 1993 dengan tema “Kemitraan dan Kebersamaan Membangun Masa Depan”.

11. Sidang Tanwir Tahun 1999
Setahun menjelang pelaksanaan Muktamar ke 44 tahun 2000 di Jakarta, pada tahun 1999 diselenggarakan Sidang Tanwir yang mengambil tempat di Kota Bandung. Sidang Tanwir ini dilangsungkan dari tanggal 3 s.d. 5 Desember 1999 dan menjadi Sidang Tanwir terakhir sepanjang abad 20. Pembukaan Tanwir dilakukan di Aula Utama Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Jawa Barat, sedangkan sidang dan penginapan dipusatkan di Hotel Bumi Kitri Pramuka Jl. Cikutra Bandung.
Penyelenggaraan Sidang Tanwir 1999 berada di bawah tanggung jawab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat sebagai Organizing Comitte dengan Ketua Pelaksana Drs. H. Akhlan Husen dan Drs. H. M. Rafani Akhyar sebagai Sekretaris. Sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga yang berlaku, anggota Tanwir saat itu terdiri dari Anggota Pimpinan Pusat, Ketua PWM, 3 orang wakil PWM, 2 orang wakil Pimpinan Ortom tingkat pusat, dan 2 orang wakil pimpinan Majelis/lembaga dan Badan tingkat pusat.
Diantara keputusan penting yang dihasilkan dari Sidang Tanwir 1999 di Banung ini adalah dikukuhkannya Prof.Dr.H.Ahmad Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP. Muhammadiyah menggantikan Dr. H. M. Amien Rais yang berkonsentrasi dalam agenda reformasi dan sebagai Ketua Partai Amanat Nasional (PAN). Keputusan penting lain adalah diresmikannya Kepanduan HizbulWathan sebagai salah satu Organisasi Otonom setelah cukup lama dibekukan berkaitan dengan pemberlakuan Pramuka sebagai satu satunya organisasi kepanduan di Indonesia.

12. Muktamar Tapak Suci ke 12 di Tasikmalaya
Tahun 2001 bagi kota Tasikmalaya memiliki makna tersendiri khususnya bagi warga persyarikatan. Pada tahun itu, tepatnya tanggal 14 – 17 Juli 2001 diselenggarakan Muktamar Tapak Suci ke 12. Upacara pembukaan Muktamar ini dilakukan di Lapang Dadaha Tasikmalaya dan dihadiri oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Drs. H. Haedar Nashir, M.Si.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar